KKP Kenalkan Platform Pelatihan Daring di Asia Tenggara

Buser Bhayangkara 74

JAKARTA (12/5) – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus berkontribusi dalam upaya mendorong peningkatan kapasitas pemangku kepentingan di sektor kelautan dan perikanan pada tingkat regional Asia Tenggara di masa pandemi. Hal tersebut diungkapkan Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) KKP Sjarief Widjaja, selaku ketua Delegasi RI pada the 53rd South East Asian Fisheries Development Center (SEAFDEC) Council Meeting yang dilaksanakan secara virtual pada tanggal 27-28 April dan dilanjutkan pada tanggal 11 Mei 2021.

Pertemuan ini merupakan agenda rutin tahunan yang dihadiri oleh seluruh Council Director dari negara anggota SEAFDEC yang terdiri atas 10 negara ASEAN ditambah Jepang dan departemen SEAFDEC untuk mengesahkan kebijakan yang telah dibahas di tingkat teknis. Agenda utama kegiatan kali ini antara lain membahas inisiatif pencegahan aktivitas Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) Fishing yang meliputi: Regional Fishing Vessel Records (RFVR), implementasi Port State Measure Agreement (PSMA), dan Electronic ASEAN Catch Documentation Scheme (E-ACDS).

Pada kesempatan itu, Sjarief menjelaskan, platform pelatihan secara digital yang diinisiasi BRSDM bernama E-Jaring (pembelajaran daring elektronik). E-Jaring merupakan merupakan pembelajaran daring perikanan yang menyediakan berbagai pelatihan untuk pengembangan kompetensi masyarakat kelautan dan perikanan. Platform ini telah dijalankan selama hampir satu tahun dan telah memfasilitasi 42.000 stakeholder perikanan dalam pengembangan pengetahuan dan peningkatan jiwa kewirausahaan bidang perikanan, selama masa pandemi.

Sjarief menyampaikan, pihaknya siap untuk bertukar informasi dan pengalaman dengan negara-negara Asia Tenggara seputar platform pelatihan digitalnya. Ia juga mendorong SEAFDEC untuk melakukan pengembangan platform pelatihan di bidang kelautan dan perikanan.

Pelatihan yang dilakukan KKP bagi masyarakat terdiri dari bidang perikanan tangkap, perikanan budidaya, permesinan perikanan, pengolahan dan pemasaran hasil perikanan, kewirausahaan, konservasi, dan sebagainya. Namun demikian, tak hanya bagi masyarakat, pelatihan juga dilakukan KKP bagi aparatur di sektor kelautan dan perikanan.

Salah satu pelatihan yang didorong Pemerintah Indonesia kepada SEAFDEC ditujukan untuk peningkatan kapasitas para inspektur perikanan. Hal tersebut dilakukan untuk mendukung isu PSM sebagai salah satu agenda utama pembahasan. Terkait isu itu juga, Delegasi Indonesia menyampaikan perkembangan terkait kesiapan implementasi PSMA di Indonesia berdasarkan pelabuhan yang telah ditentukan.

Terkait isu RFVR, Kepala BRSDM menyampaikan intervensi Indonesia agar SEAFDEC fokus dalam mendorong implementasi penguatan RFVR di atas 24 meter secara optimal. Hal tersebut dikarenakan pada saat ini tidak semua negara anggota SEAFDEC melaksanakan pembaharuan data kapal perikanannya di RFVR secara reguler, mengingat adanya perbedaan gap dan jumlah armada kapal perikanannya.

“Sedangkan terhadap inisiasi RFVR di bawah 24 meter, Indonesia berpandangan hal tersebut tidak efektif karena kapal berukuran di bawah 24 meter adalah mayoritas kapal skala kecil yang beroperasi di perairan teritorial untuk mata pencaharian, bukan skala industri,” tegas Sjarief.

Delegasi Indonesia juga menyampaikan pentingnya komitmen dan kolaborasi aktif seluruh negara anggota SEAFDEC dalam implementasi Resolution and Plan of Action Sustainable Fisheries for Food Security for the ASEAN Region Towards 2030 (RES&POA-2030), dimana dokumen ini telah disahkan di tingkat ASEAN dan menjadi panduan bagi negara anggota dalam kerja sama regional bidang kelautan dan perikanan hingga tahun 2030.

Hal penting lainnya, disampaikan SEAFDEC, terkait usulan perubahan program Regional Fisheries Policy Network (RFPN) menjadi Regional Capacity Building Network (RECAB), dimana penugasan satu orang pegawai sebagai fasilitator di Sekretariat SEAFDEC selama satu tahun akan diubah menjadi program peningkatan kapasitas tematik di sektor perikanan untuk tahun 2022-2024. Indonesia dalam hal ini mendorong agar SEADEC tetap mempertahankan program RFPN.

(Guswanto)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.